Kenali Majas #8 - Arkaisme
Arkais adalah sesuatu yang berhubungan dengan jaman dulu (jadul), kuno, usang, dan tidak terpakai lagi. Terkadang ada kondisi di mana kosa kata yang lazim digunakan di masa sekarang tak cukup mewakili informasi yang ingin disampaikan. Sehingga penulis atau pembicara memilih untuk memasukkan kata-kata yang sudah tak dipakai lagi untuk memperjelas makna dari kalimatnya.
Sebelumnya: Kenali Majas #7 - Aposiopesis
Definisi Arkhaisme
Istilah arkais berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu archaïkós dan archaîos yang berarti kuno. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arkais berarti kata yang sudah tidak lazim digunakan lagi. Arkaisme merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata yang sudah tidak dipakai lagi atau kuno. Maksud dari penggunaan kata-kata kuno ini adalah untuk mempertegas pesan yang ingin disampaikan penulis atau pembicara baik dari segi estetika maupun kebermaknaannya. Maka dari itu arkaisme masih termasuk ke dalam bagian majas penegasan.
Setidaknya ada lima alasan yang digunakan oleh penulis dalam menggunakan majas arkaisme. Yang pertama karena tidak ditemukannya istilah lain yang lazim di masa sekarang yang benar-benar dapat mewakili pesan dari kalimat yang ingin disampaikan. Alasan kedua karena ingin menekankan kekunoan dari pesan yang akan disampaikan. Alasan ketiga karena kedalaman makna yang dimiliki oleh kata yang bersifat arkais dinilai lebih mengena. Alasan keempat karena kata-kata yang bersifat arkais dianggap memiliki nilai estetika yang lebih tinggi dibanding dengan padanan katanya saat ini. Dan alasan yang terakhir adalah tingkatan derajat yang dimiliki kata-kata yang bersifat arkais, biasanya digunakan dalam sapaan untuk menunjukkan rasa hormat, cinta, rindu, dan sebagainya.
Contoh Arkaisme
Zaman sudah modern seperti ini, kau masih percaya dengan cenayang.
Aku sudah mantap memilih pondok pesantren Kyai sebagai wiyata mandalaku.
Kata "cenayang" yang terdapat pada contoh pertama semakin mempertegas kesan kekunoan dari kalimat yang ingin disampaikan. Penulis bisa saja menggunakan kata "paranormal" atau "dukun" yang lebih lazim digunakan pada masa kini, namun hal tersebut membuat kesan kuno yang ingin disampaikan menjadi luntur.
Sedangkan kata "wiyata mandala" pada contoh kedua memiliki kedalaman makna sehingga mempertegas pernyataan sebelumnya. Bandingkan dengan kata "sekolah" atau "tempat menimba ilmu" yang merupakan istilah yang lazim digunakan. Selain itu, kata "wiyata mandala" juga memiliki nilai estetis jika dibandingkan dengan padanan katanya saat ini. (inSastra/Amry Rasyadany)
Referensi
Selanjutnya: Kenali Majas #9 - Bombastis
Tidak ada komentar
Salam pegiat sastra .....
Bagaimana tanggapan Anda mengenai tulisan di atas?
Berkomentarlah dengan bahasa yang santun dan berikan manfaat untuk sesama.
Kami juga menerima kritik dan saran yang membangun, serta pertanyaan seputar kesusastraan. Mari bersama membentangkan wawasan kesusastraan.